DPD PERSAGI ACEH atau Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Ahli Gizi Aceh melaksanakan seminar gizi nasional dengan tema “Peran Gizi Dan Pangan Dan Fungsional Dalam Pencegahan Penyakit Tidak Menular”. Kegiatan ini berlangsung di aula Direktorat Lt.III Poltekkes Kemenkes Aceh, Desa Lagang, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh pada kamis 1 Desember 2022.
Seminar Nasional ini dipandu oleh moderator yang sangat luar biasa yaitu Bapak Junaidi, S.ST., M.Kes sebagai ketua DPD PERSAGI Aceh dan dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Aceh yaitu Ibu Rosi Novita, SP., M.Kes.
Seminar nasional dihadiri oleh empat orang narasumber. Ketua umum DPP PERSAGI Aceh atau Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Aceh yaitu ibu Rudatin SSt, MK, SKM, M.Si hadir sebagai narasumber dan membawakan materi tentang “Etika dan Pengembangan Profesi Gizi”. Tidak hanya itu, tiga narasumber lainnya adalah pengurus DPD PERSAGI Aceh dan juga dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Aceh hadir dan membawakan materi yaitu Rachmawati, S.TP., M.Kes dengan materi “Potensi Umbi Lamun Pulau Banyak Aceh Singkil Sebagai Anti Hiperkolesterol”, Yulia Fitri, S,ST, M.Biomed “Peran Pangan Fungsional Sebagai Anti Diabetes” dan Iskandar, S.Gz, MPH dengan materi “Penanganan Stunting di Aceh”.
Sedangkan peserta seminar nasional ini terdiri atas 300 orang diantaranya para lulusan yang baru saja mengikrarkan sumpah profesi nutrisionis, dosen Jurusan Gizi, alumni, mahasiswa Prodi D-III dan Prodi Sarjana Terapan dan Dietetika, tamu undangan dari berbagai lintas Sektor yaitu ahli gizi dari rumah sakit, dan puskesmas.
Ketua umum DPP PERSAGI Aceh dalam materinya menjelaskan bahwa para lulusan/alumni yang menjadi tenaga ahli gizi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Rudatin juga mengatakan menjadi nutrionis itu harus mengerti tentang etika profesi gizi. Misalnya seorang ahli gizi harus memperhatikan sikap dan penampilan dalam berkomunikasi dengan pasien atau masyarakat. Sehingga menjadi contoh yang baik dalam memberikan penyuluhan atau edukasi gizi kepada masyarakat. Selain itu, Rudatin juga mengatakan bahwa ahli gizi yang sudah berumur diatas 35 tahun atau senior agar tetap mengupdate ilmu dan tidak gagap dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sangat dibutuhkan di masa yang akan datang. Rudatin menekankan bahwa seorang ahli gizi dapat menyikapi persoalan-persoalan gizi yang timbul saat ini. Dan di era five point zero (5.0) Rudatin mengharapakan para lulusan/alumni bisa memanfaatkan teknologi dengan sebaik mungkin.
“untuk masa yang akan datang semua menggunakan teknologi yang canggih, dan tantangan seorang ahli gizi kedepan adalah digitalisasi dan transformasi komunikasi”, pungkasnya.
Para peserta sangat antusias mengikuti seminar ini. Artinya mereka mendengarkan dan memahami paparan yang diberikan oleh pemateri. Namun, mereka juga memanfaatkan waktu bertanya dan diskusi dengan narasumber dan pemateri dalam sesi tanya jawab.
“Seminar nasional ini dilakukan dengan harapan para lulusan/alumni gizi yang akan bekerja dan sudah bekerja dapat menambah keilmuan dan memanfaatkan materi yang diberikan sehingga menjadi kekuatan baru dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat atau pasien dalam menghadapi permasalahan-permasalah yang terjadi saat ini”. Harap dosen Jurusan Gizi.